Sabtu, 31 Oktober 2009

Stroke

LAPORAN INDIVIDU

BLOK X NEUROLOGI

SKENARIO 1

MANIFESTASI KLINIS YANG TIMBUL PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

OLEH :

1. HERRY PRASETYANTO G0008105

2. IKE PRAMASTUTI G0008107

3. IMAM RIZALDI G0008109

4. IRA RISTINAWATI G0008111

5. IZZATUL MUNA G0008113

6. KATHARINA B. DINDA S.M. G0008115

7. NURSANTY S. G0008231

8. REDYA AYU T. G0008233

9. RESCHITA ADITYANTI G0008235

10. RIESKA WIDYASWARI G0008237

11. SALMA ASRI NOVA G0008239

KELOMPOK 9

NAMA TUTOR : dr. Nunik, SpB, ICBA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama1 .

Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2. Pertama stroke iskemik yaitu stroke yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil.

Skenario : Seorang wanita umur 64 tahun diantar suami dan anaknya ke IGD sebuah RS karena mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanannya. Suaminya mengatakan bahwa saat abngun tidur istrinya terjatuh dan menyadari bahwa lengan dan tungkai kanannya mengalami kelemahan. Pada saat tersebut istrinya juga merasakan kesemutan pada lengan dan tungkai kanannya. Setelah itu suami pasien mendapati bicaranya pelo. Namun pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri kepala dan mual maupun muntah.

Dua hari yang lalu istrinya bercerita kalau tiba-tiba merasa sulit bicara, namun membaik dalam waktu kurang dari 1 jam.

Anak pasien mengatakan bahwa 1 tahun yang lalu ibunya pernah mondok selama 1 minggu di rumah sakit karena sakit yang serupa. Setelah pulang dari RS ibunya sering lupa terhadap nama anak-anaknya dan sering menannyakan hal yang sama padahal sudah dijawab sebelumnya.

Selama 4 tahun ini pasien control di Puskesmas secara teratur dan diberi obat tekanan darah tinggi. Pasien memiliki kegemaran makan makanan yang berlemak dan tidak pernah berolahraga.

Oleh dokter jaga di RS, pasien disarankan rawat inap untuk mendapatkan pengobatan dan latihan untuk pemulihan. Pasien dan keluarganya setuju, dan menannyakan apakah pasien bias sembuh kembali.

Melihat fenomena di atas, storke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan stroke.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimanakah definisi, epidemiologi dan etiologi stroke?
  2. Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit stroke?
  3. Bagimanakah pembagian jenis stroke?
  4. Apa sajakah gejala klinis yang timbul pada penderita stroke?
  5. Apa sajakah pemeriksaan yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis stroke?
  6. Bagaimanakah terapi untuk penderita stroke?
  7. Bagaimanakah pencegahan stroke?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi, epidemiologi dan etiologi stroke

2. Mengetahui patofisiologi stroke

3. Mengetahui klasifikasi stroke

4. Mengetahui gejala klinis pada penderita stroke

5. Memahami pemeriksaan yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis stroke

6. Memahami cara pengobatan dalam terapi stroke

7. Mengetahui cara pencegahan stroke

D. Manfaat

1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system saraf.

2. Mahasiswa dapat mencari dan mengerti patologi pada penyakit neurologi khususnya stroke.

3. Mahasiswa dapat mengetahui kalsifikasi, kausa, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan rehabilitasi penyakit stroke.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Definisi

· Definisi WHO

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.

· Stroke

Adalah gangguan fungsi otak akut yang disebabkan terhentinya suplai darah ke otak dimana terjadi secara mendadak dan cepat dengan gejala sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami gangguan.

  1. Epidemiologi

Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Diperkirakan satu sampai tiga orang akan mengalami stroke dan satu dari tujuh orang meninggal karena stroke. Insiden stroke timbul bervariasi, tergantung tempat atau negara, waktu, serta penderitanya. Insiden stroke di negara berkembang masih meningkat sedangkan di negara maju cenderung menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan karena manajemen hipertensi, penyakit jantung dan penyakit metabolik di negara maju telah makin baik. Memang sebagian besar dari kasus stroke dapat diakatakan merupakan bukti kegagalan pengobatan hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit metabolik.

Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat tiap dekade. Menurut Schutz penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan intrakranial. Laki-laki cenderung untuk terkena stroke lebih tinggi dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik, sedangkan wanita lebih sering menderita perdarahan subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan wanita. Sampai sekarang faktor keturunan masih belum dapat dipastikan gen mana penentu terjadinya stroke, menurut Brass dkk., yang meneliti lebih dari 1200 kasus kembar monozygot dibandingkan 1100 kasus kembar dizygot, berbeda bermakna antara 17,7% dan 3,6%. Jenis stroke bawaan adalah cerebral autosomal dominat arteriopathy dengan infark subkortikal dan leukoenselopati (CADASIL) telah diketahui lokasi gennya pada kromosom 19Q12.Tingkat kejadian stroke di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina, menurut Broderick dkk., melaporkan orang negro Amerika cenderung berisiko 1,4 kali lebih besar mengalami stroke perdarahan intrakranial, sedang orang kulit putih cenderung terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial yang lebih banyak

  1. Etiologi

· Faktor Risiko

Yang dimaksud dengan faktor risiko disini adalah faktor-faktor atau keadaan yang memungkinkan terjadinya stroke. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi :

1. Faktor yang tidak dapat dikontrol : Umur, ras/bangsa, jenis kelamin, riwayat keluarga

2. Faktor yang dapat dikontrol :

  1. Hipertensi
  2. Diabetes Melitus
  3. Transient Iskemik Attack
  4. Post stroke
  5. Perokok
  6. Peminum alkohol
  7. Obat kontrasepsi oral
  8. Obesitas
  9. Kurang aktifitas fisik
  10. Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
  11. Stres fisik dan mental
  12. Hiperhomocysteinemia
  • Klasifikasi

Pada dasarnya stroke itu mempunyai 2 tipe yaitu Stroke Perdarahan (Stroke Hemorrhagic) dan Stroke Sumbatan (Stroke Ischemic/Stroke non Hemorrhagic).
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi :


1. TIA (Transient Ischemic Attack)

Stroke tipe ini disebut juga stroke sepintas karena kejadiannya berlangsung sementara waktu, beberapa detik hingga beberapa jam, tapi tidak lebih dari 24 jam.

2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu

3. Progessive stroke (Stroke in Evolution)

Deficit neurology yang berlangsung secara bertahp dari ringan sampai makin lama makin berat.

4. Completed Stroke (Permanent Stroke)

Kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bisa berkembang lagi.

Berdasarkan etiologinya stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi :

1. Aterotrombotik

Yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena plaque

2. Kardioemboli

Yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena pecahan plaque dari pembuluh darah jantung.
3. Arteritis

Yaitu pembuluh darah yang mengalami infeksi

  • Etiologi Stroke Non Hemoragik
  1. Aterosklerosis

Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.

  1. Emboli

Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri atau vena

  1. Infeksi

Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju otak

  1. Obat-obatan

Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit umen pembuluh darah otak

  1. Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

Selain faktor-faktor diatas, penyebab lain bisa karena viskositas darah, sistem pompa darah dan penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic.

  1. Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan jua menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2. Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).

Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasia, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :

  • Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
  • Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus poramidal)
  • Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus).
  • Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus (formasio retikularis).
  • Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
  • Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf abdusencs).
  • Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).
  1. Gejala Klinis
    1. Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai, atau salah satu sisi tubuh.
    2. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar.
    3. Mulut, lidah mencong bila diluruskan.
    4. Gangguan menelan : sulit menelan, minum sering tersedak.
    5. Bicara tidak jelas, sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan, pelo, sengau, bicaranya ngaco, kata-katanya tidak dapat dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap.
    6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
    7. Tidak memahami pembicaraan orang lain.
    8. Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan.
    9. Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun.
    10. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
    11. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari.
    12. Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
    13. Menjadi pelupa (demensia).
    14. Vertigo (pusing), atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas.
    15. Awal terjadinya penyakit (onset) cepat, mendadak, dan biasanya terjadi pada saat beristirahat atau bangun tidur.
    16. Hilangnya penglihatan berupa penglihatan yang terganggu, sebagian lapang pandang tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat.
    17. Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau pendengaran berkurang.
    18. Menjadi lebih sensitif, menjadi mudah menangis atau tertawa.
    19. Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur.
    20. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh.
    21. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma).

Gejala fokal dan tanda-tanda gangguan fungsi otak akan muncul sesuai dengan area jaringan otak yang mengalami gangguan aliran darah,

Sirkulasi Anterior Otak

Area Teritorial/ fokal

A.Karotis Interna

Koroidalis Anterior

Hipokampus, globus palidus, kapsula interna inferior

Serebri Anterior

Kortex parietal dan fronto medial, korpus kolosum anterior

Serebri Media

Kortex fronto-lateral, parietal, oksipital, dan temporal

Serebri Media cabang tentikulostriata

Nucleus caudatus, putamen, kapsula interna superior

Gejala Disfungsi Hemisferik

Afasia, apraxia atau agnosia; juga hemiparesis, hemisensorik dan defek visual.

Sirkulasi Posterior Otak

Area Teritorial/ fokal

A.Vertebralis

Sereberalis Posterior Inferior

Medula dan serebellum bagian bawah

A.Basilaris

Sereberalis Anterior Inferior

Serebelaris media, pons bag bawah dan tengah

Serebelaris superoir

Pons bag atas, mesensefalon, serebellum bag atas

Serebri posterior

Kortex, oksipital media dan temporal, korpus kolosum posterior, mesensefalon

Serebri post cab thalamoperforantes

Serebri post cab thalamogeniculatum

Gejala Disfungsi Batang otak

Coma,drop attack (lumpuh tiba2 tanpa ganggaun kesadaran), vertigo, nausea, vomitus, kelumpuhan N Cranialis, ataksia, defisit sensomotorik yg menyilang. Gejala non spesirik: hemiparesis, hemisensorik, defisit lapangan pandang.

  1. Diagnosis

1. Anamnesa : Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria dan hamianopia. Semantik memduduki tempat penting dalam anamnesa. Dalam anamnesa kita harus dapat mengerti maksud kata-kata yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala yang dideritanya.

2. Diagnosa fisik : Pertama pemeriksaan ketangkasan gerak. Pada penderita stroke pasti terjadi gangguan ketangkasan gerak. Namun, kita perlu membedakan dengan gangguan ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita stoke gangguan ketangkasan gerak akan disertai gangguan upper motoneuron yang berupa :

a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.

b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.

c. Refleks patologik positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan Oppenheim pada sisi yang lumpuh.

Jika lesi pada serebelum maka gangguan ketangkasan tidak disertai gangguan upper motoneuron. Kedua diagnosa klinis stroke. Pada penderita stroke, terjadi kerusakan pada beberapa atau salah satu arteri yang ada di otak. Kerusakan salah satu arteri akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dijelaskan ada patofisiologi stroke.

  1. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan Neuro-radiologik, antara lain :

    • CT Scan: sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut
    • Angiografi cerebral: untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu atau hasil CT Scan tidak jelas
    • Pemeriksaan Cerebrospinal: dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral maupun perdarahan subarachnoid.
  1. Pemeriksaan Lain

· Pemeriksaan yang menentukan faktor risiko : Hb, Ht, leukosit, eritrosit, LED

· Komponen kimia darah, gas, elektrolit

· Doppler, ECG.

  1. Penatalaksanaan
  1. Terapi Umum Fase Akut

Sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkanneuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. Terapi umum ini terfokus pada kecukupan perfusi darah ke otak, dengan mengoptimalkan ABC (Airway, Breathing, Circulation), apabila stabil kemudian nilai GCS/kesadaran pasien lalu nilai defisit neurologis. Yang harus dilakkan antara lain :

• Monitoring tekanan Darah

Tekanan darah harus tetap diperhatikan, apabila didapatkan hipertensi berat dan menetap dengan sistole > 220 mmHg dan diastole > 130 mmHg maka pasien harus diberikan obat anti hipertensi. Obat anti hipertensi diberikan dengan target penurunan 15-20% dari tekanan darah awal, hal ini dimaksudkan agar tekanan perfusi otak tetap adekuat. Obat yang dipakai adalah agen adrenergik seprti Nifedipin 10 mg sublingual, Clonidine 0,075-0,15 mg IV atau subcutan, Urapidil 12,5 mg IV dan short acting beta blocker (Labetolol 2 mg IV/oral secara berkala).

Apabila pasien hipertensi dengan penyakit jantung ischemik yang mempengaruhi fungsi ginjal, hipertensi ensefalopati penurunan tekanan darah secara segera dapat dilakukan perlahan, mungkin diperlukan obat Nitrogliserin 5 mg atau 10 mg oral dan Sodium Nitroprusside, Hidralazine, Calsium channel blocker.

• Monitoring Fungsi Jantung

Pemeriksaan terhadap fungsi jantung dipantau 24-48 jam pertama dan di evaluasi dengan gambaran EKG dan dipantau juga enzim jantungnya.

• Monitoring Gula Darah

Kadar gula yang tinggi dalam darah harus segera diturunkan, karena hiperglkemia dapat memperluas area otak yang rusak. Target penurunan gula darah sekitar 140 mg%. Apabila kadar gula > 250mg% dikendalikan dengan pemberian insulin setiap 4 jam (5 unit untuk setiap 50mg% gula darah). Pada kondisi pasien hipoglikemia maka dapat diberikan 25 g dextrose 50% IV dan dipantau secara ketat.

• Pertahankan saturasi O2

Diberikan O2 adekuat sebanyak 2-4 liter/menit

  1. Terapi Khusus Fase Akut

• Anti edema otak

Diberikan Gliserol 10% perinfus, 1 g/kgBB/hari dalam 6 jam
Kortikosteroid : Dexamethason bolus 10-20 mg IV, kemudian diikuti 4-5 mg/6 jam selama beberapa hari lalu tappering off dan dihetikan saat fase akut berlalu.

• Anti Agregasi Trombosit

Yang umum dipakai adalah Asam asetil salisilat : Aspirin, Aspilet dengan dosis rendah 80-300 mg/hari

• Anti Koagulansia : Heparin

  1. Pencegahan

· Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko stroke yang utama, baik iskemik maupun hemoragik. Mengendalikan hipertensi terbukti menurunkan insiden stroke.

Klasifikasi tekanan darah menurut 7th report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC 7).
Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120>

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi stage 2 > 160 Atau > 100

· Merokok
Merokok telah lama diketahui sebagai faktor resiko stroke. patofisiologi efek rokok bersifat multifaktorial baik pada pembuluh darah sistemik maupun reologi darah. Rokok menyebabkan kekakuan pembuluh darah. Rokok juga berhubungan dengan meningkatnya kadar fibrinogen, agregari trombosit, menurunnya HDL dan meningkatnya hematokrit. Dengan berhenti merokok resiko stroke menurun 50%.

· Diabetes
Insulin-dependent diabetics meningkatkan resiko stroke: 1) meningkatkan prevalensi aterosklerosis dan 2) meningkatkan prevalensi faktor resiko lain seperti hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia. Beberapa penelitian menunjukkan pengontrolan tekanan darah pada penderita diabetes lebih efektif menurunkan resiko stroke dibandingkan pengontrolan ketat kadar gula darah. Dianjurkan target TD pada penderita diabetes <130/80>

· Obesitas
Obesitas (body mass index [BMI] > 30 kg/m2) merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskular dan stroke. Prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan usia selain itu obesitas juga berhubungan dengan meningkatnya tekanan darar, gula darah dan lemak. Pengendalian berat badan pada mereka dengan berat badan berlebih direkomendasikan untuk mencegah timbulnya komorbid yang dapat menjadi faktor resiko stroke.

· Inaktivitas fisik

Aktifitas fisik rutin telah terbukti dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskular dan juga stroke. Centers for Disease Control and Prevention and the National Institutes of Health merekomendasikan latihan fisik rutin (> 30 menit /hari latihan fisik moderat) sebagai bagian dari gaya hidup sehat untuk mengurangi komorbid yang dapat menjadi faktor resiko stroke

· Pola makan/nutrisi

Data tentang hubungan antara status gizi dengan resiko stroke masih sangat terbatas. Suplemen vitamin E dan C juga tidak terbukti menurunkan resiko stroke. Diduga buah-buahan dan sayur-sayuran lebih bermanfaat dalam mencegah stroke. Makanan sehat yang mengandung 5 porsi buah-buahan dan sayuran dapat menurunkan resiko stroke.

· Alkohol
Efek alkohol sebagai faktor resiko stroke iskemik masih kontroversial dan diduga tergantung pada dosis yang dikonsumsi. Sedangkan pada stroke hemoragik alkohol memiliki efek langsung yang juga tergantung pada dosis. Mengurangi konsumsi alkohol terbukti dapat menurunkan resiko stroke.

· Pencegahan sekunder

Ditujukan pada pasien yang pernah mengalami stroke dan TIA.Stroke Council of the

American Heart Association merekomendasikan:

Hipertensi TD sistolik <>

TD sistolik <135>

Modifikasi gaya hidup dan terapi antihipertensi

Merokok : Berhenti, edukasi untuk menghentikan kebiasaan merokok, pengganti nikotin.

Diabetes: Gula Darah <126>

Lemak LDL <> 35 mg/dL (0,91 mmol/L)

Total Cholesterol <>

Trigliseride <> 130 mg/dL (3,37 mmol/L) dan pertimbangkan medikamentosa bila LDL 100-130 mg/dL.

Alkohol: Mengurangi konsumsi alcohol, Edukasi pasien dan keluarga untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan minum alcohol

Aktifitas fisik 30-60 menit dalam 3-4 kali/minggu, Latihan fisik sedang ( jalan santai,

jogging, bersepeda atau aerobik). Program dengan supervisi medis bagi pasien

dengan resiko tinggi ( penyakit jantung)

Obesitas <>

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas, penderita mengalami lumpuh di salah satu sisi tubuhnya. Keadaan ini dinamakan hemiplegia. Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding dengan gejala hemiplegia :

1. Tumor otak.

2. Stroke

3. Radang intracranial.

4. Abses serebri

Jika dihubungkan dengan riwayat penyakit sebelumnya, maka diagnosis yang paling mendekati adalah stroke. Pertama, kebiasaan pasien yang buruk yang merupakan factor risiko terjadinya stroke antara lain merokok, makan makanan berlemak, dan kurang berolahraga. Kedua, pasien memiliki penyakit hipertensi sejak empat tahun yang lalu. Hipertensi adalah salah satu factor risiko terjadinya stroke. Ketiga, riwayat pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama satu tahun lalu, bahkan sampai mondok di rumah sakit dan dua hari yang lalu pasien mengalami sulit bicara. Kemungkinan riwayat yang dialami pasien adalah stroke yang dikenal dengan serangan iskemik transien (TIA). Untuk lebih memastikan diagnosis, perlu dilakukan CT scan kepala. Ini juga bisa digunakan untuk mengetahui arteri mana yang mengalami sumbatan atau ruptur.

Gejala dan tanda stroke bervariasi tergantung otak bagian mana yang terkena. Satu tahun yang lalu setelah pasien mondok, pasien menjadi sering lupa. Kemungkinan otak yang terkena adalah pada bagian system limbic, yaitu hipocampus.

Pada serangan kali ini, pasien datang dengan keluhan hemiplegia, kesemutan, dan bicara pelo. Pasien menderita kelumpuhan anggota gerak sebelah kanan, berarti otak yang terkena adalah lobus frontalis sinister, khususnya pada area motorik (area 4 dan 6 Brodmann) pada girus precentralis. Bicara tidak lancar disebabkan oleh lumpuhnya lidah bagian kanan, sehingga ketika mengucapkan kata-kata, artikulasi kata menjadi tidak jelas menimbulkan bicara pelo.

Jika yang terkena adalah area broca maka akan terjadi afasia motorik, dimana pasien tidak mampu mengungkapkan kata atau bahasa. Sedangkan bicara pelo atau sering disebut disartria pasien mampu mengungkapkan bahasa, tetapi pengucapan di mulut terganggu artikulasinya. Jika lesi pada area wernicke, maka akan terjadi afasia sensorik, dimana pasien tidak mampu memahami bahasa atau kata.

Kunci keberhasilan penanganan kasus stroke terletak pada :

Pertama : pengenalan secara dini gejala-gejala stroke yang muncul. Idealnya gejala awal yang muncul diketahui oleh pasien sendiri atau oleh keluarga yang ada sehingga dapat segera mengupayakan pertolongan medis (kurang dari 6 jam).

Kedua : kemampuan praktisi medis untuk mengenali gejala awal stroke sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dan diberikan tatalaksana yang sesuai secara tepat dan segera.

Ketiga : ketersediaan sarana pelayanan rumah sakit. Dalam keadaan dimana rumah sakit (karena alasan tertentu) tidak memiliki fasilitas yang memadai, hendaknya pertolongan awal tetap diberikan dengan sebaik mungkin sambil mempersiapkan transfer pasien secepat nya ke rumah sakit rujukan terdekat. (tim dokter UGD memiliki komunikasi dan kerjasama yang baik dengan rumah sakit rujukan untuk kasus stroke, dimana pasien ditetapkan memerlukan tindakan operasi darurat atau perawatan di unit intensif atau tidak).

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

1. Stroke adalah penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.

2. Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik bisa trombotik atau embolik. Stroke hemoragik dapat intraserebral atau subarachnoid. Pasien pada kasus di atas menderita stroke iskemik dengan sebab utamanya adalah arteriosklerosis.

3. Faktor risiko terjadinya stroke : hipertensi, makan makanan berlemak, merokok, kurang olahraga, genetik, dan lain-lain.

4. Gejala stroke tergantung bagian otak mana yang terkena. Pada pasien di atas, bagian otak yang terkena adalah area motorik kiri sehingga mengalami kelumpuhan anggota gerak sebelah kiri. Kemungkinan sedikit area broca sehingga pasien kesulitan berbicara.

  1. Saran

1. Jika memiliki faktor risiko terjadinya stroke, sebaiknya rajin memeriksakan dan konsultasi dengan dokter agar dapat mencegah serangan stroke yang membahayakan.

2. Pencegahan yang terbaik ada pada pola hidup pasien sendiri, jika berpola hidup sehat, maka risiko terkena stroke lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Aliah, Amirudin; Kuswara,F.F; Limoa, R.Arifin; Wuysang,Gerrad. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta: Gajah Mada University Press. hal 81-102

Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy III (revisi). Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.

Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Shidarta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Jakarta: Dian Rakyat.

Shidarta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat.

Silbernagl dan Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.

Jumat, 23 Oktober 2009

Kejang

Gangguan Kejang


Patofisiologi

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.

Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit.

Insidens

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.

Jenis Kejang

A. Kejang Parsial

Kejang Parsial Sederhana

1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

- Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama

- Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.

- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

- Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

Kejang parsial komplesk

1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.

2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)

Kejang Absens

1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.

2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.

3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.

4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.

Kejang Mioklonik

Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak

Kejang MioklonikLanjutan

1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.

2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.

3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat

Kejang Tonik-Klonik

1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.

2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.

3. Tidak adan respirasi dan sianosis

4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.

5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

Kejang Atonik

1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.

2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status Epileptikus

1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.

2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.

3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

Manifestasi Klinik

Lihat kotak menifestasi klinis

Komplikasi

1. Pnemonia aspirasi

2. Asfiksia

3. Retardasi mental

Uji Laboratorium dan Diagnostik

1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.

1.1. Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal

1.2. Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin dindakasikan

2. Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.

4. PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).

5. Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang patologik).

6. Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.

6.1. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.

6.2. Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah trombosit.

6.3. Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).

6.4. Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.

6.5. Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.

Penatalaksanaan Medis

Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.

Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:

1. Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml

2. Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml

3. Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml

4. Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml

5. Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.

6. Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.

7. Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme infantile.

Intervensi Keperawatan

Kejang

1. Lindungin anak dari cidera

1.1. Jangan coba merestrein anak.

1.2. Jika anak berdiri atau duduk sehingga dapat kemungkinan jatuh, turunkan anak tersebut agar tidak jatuh.

1.3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak.

1.4. Longgarkan pakaian bila ketat.

1.5. Cegah anak agar tidak terpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin terbentur olah anak dan singkirkan semua benda tajam dari darah tersebut.

1.6. Miringkan badan anak untuk menfasilitasi bersihan jalan napas dari secret.

2. Lakukan observasi secara teliti dan catat aktivitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respons pengobatan.

2.1. Waktu awitan dan kejadian pemicu.

2.2. Aura (semacam peringatan akan terjadinya kejang).

2.3. Jenis kejang atau deskripsi gerakan motoris dan tingkat kesadaran.

2.4. Lamanya kejang.

2.5. Intervensi selama kejang (Pemberian obat atau tindakan keselamatan).

2.6. Fase Postical.

2.7. Tanda-tanda vital.

Status Epileptikus

1. Stabilkan kepatenan jalan napas:.lakukan pengisapan bila perlu.

2. Beri tambahan oksigen 100 % melebihi masker.

3. Siapkan jalur IV untuk pemberian terapi anti konvulsan atau obat lain; pada pemberian lorazepam, diazepam, fenitoin, atau fenobarbital, bersiaplah terhadap kemungkinan timbulnya depresi pernapasan dan penatalaksanaan jalan napas jika perlu.

4. Pantau tanda-tanda vital.

Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah

1. Beri penjelasan mengenai kejang dan jelaskan jika ada pemahaman yang salah.

2. Tekankan pentingnya minum obat secara teratur dan pemeriksaan tidak lanjut pada dokter untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan dan efek samping sekecil apapun.

3. Tuliskan bagi keluarga langkah-langkah penatalaksanaan bila kejang timbul dan kapan keluarga harus meminta bantuan perawatan bila darurat.

4. Beri pedoman antisipatif sehubungan dengan keamanan.

4.1. Sediakan gelang khusus yang menandakan kewaspadaan medis.

4.2. Keamanan air—berenang hanya kawalan ketat seseorang kompoten (mengetahui tentang pertolongan penyelematan).

4.3. Hindari tempat-tempat tinggi yang tidak terlendungi.

4.4. Kemungkinan larangan menjalankan mesin-mesin tertentu, alat-alat panas, atau mobil.

5. Bantu dalam proses pemahaman agar terbentuk konsep diri yang sehat.

6. Rujuk ke Yayasan Epilepsi Indonesia untuk mendapatkan keterangan dan dukungan.

7. Rujuk anal dan keluarga untuk dukungan dan konseling, bila perlu

Hasil yang diharapkan

1. Anak bebas dari cidera fisik.

2. Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.

3. Anak memiliki harga diri dan citra diri positif yang meningkatkan kesejahteraan.