Jumat, 23 Oktober 2009

Kejang

Gangguan Kejang


Patofisiologi

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.

Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit.

Insidens

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.

Jenis Kejang

A. Kejang Parsial

Kejang Parsial Sederhana

1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

- Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama

- Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.

- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

- Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

Kejang parsial komplesk

1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.

2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)

Kejang Absens

1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.

2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.

3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.

4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.

Kejang Mioklonik

Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak

Kejang MioklonikLanjutan

1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.

2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.

3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat

Kejang Tonik-Klonik

1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.

2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.

3. Tidak adan respirasi dan sianosis

4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.

5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

Kejang Atonik

1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.

2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status Epileptikus

1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.

2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.

3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

Manifestasi Klinik

Lihat kotak menifestasi klinis

Komplikasi

1. Pnemonia aspirasi

2. Asfiksia

3. Retardasi mental

Uji Laboratorium dan Diagnostik

1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.

1.1. Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal

1.2. Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin dindakasikan

2. Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.

4. PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).

5. Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang patologik).

6. Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.

6.1. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.

6.2. Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah trombosit.

6.3. Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).

6.4. Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.

6.5. Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.

Penatalaksanaan Medis

Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.

Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:

1. Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml

2. Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml

3. Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml

4. Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml

5. Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.

6. Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.

7. Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme infantile.

Intervensi Keperawatan

Kejang

1. Lindungin anak dari cidera

1.1. Jangan coba merestrein anak.

1.2. Jika anak berdiri atau duduk sehingga dapat kemungkinan jatuh, turunkan anak tersebut agar tidak jatuh.

1.3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak.

1.4. Longgarkan pakaian bila ketat.

1.5. Cegah anak agar tidak terpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin terbentur olah anak dan singkirkan semua benda tajam dari darah tersebut.

1.6. Miringkan badan anak untuk menfasilitasi bersihan jalan napas dari secret.

2. Lakukan observasi secara teliti dan catat aktivitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respons pengobatan.

2.1. Waktu awitan dan kejadian pemicu.

2.2. Aura (semacam peringatan akan terjadinya kejang).

2.3. Jenis kejang atau deskripsi gerakan motoris dan tingkat kesadaran.

2.4. Lamanya kejang.

2.5. Intervensi selama kejang (Pemberian obat atau tindakan keselamatan).

2.6. Fase Postical.

2.7. Tanda-tanda vital.

Status Epileptikus

1. Stabilkan kepatenan jalan napas:.lakukan pengisapan bila perlu.

2. Beri tambahan oksigen 100 % melebihi masker.

3. Siapkan jalur IV untuk pemberian terapi anti konvulsan atau obat lain; pada pemberian lorazepam, diazepam, fenitoin, atau fenobarbital, bersiaplah terhadap kemungkinan timbulnya depresi pernapasan dan penatalaksanaan jalan napas jika perlu.

4. Pantau tanda-tanda vital.

Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah

1. Beri penjelasan mengenai kejang dan jelaskan jika ada pemahaman yang salah.

2. Tekankan pentingnya minum obat secara teratur dan pemeriksaan tidak lanjut pada dokter untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan dan efek samping sekecil apapun.

3. Tuliskan bagi keluarga langkah-langkah penatalaksanaan bila kejang timbul dan kapan keluarga harus meminta bantuan perawatan bila darurat.

4. Beri pedoman antisipatif sehubungan dengan keamanan.

4.1. Sediakan gelang khusus yang menandakan kewaspadaan medis.

4.2. Keamanan air—berenang hanya kawalan ketat seseorang kompoten (mengetahui tentang pertolongan penyelematan).

4.3. Hindari tempat-tempat tinggi yang tidak terlendungi.

4.4. Kemungkinan larangan menjalankan mesin-mesin tertentu, alat-alat panas, atau mobil.

5. Bantu dalam proses pemahaman agar terbentuk konsep diri yang sehat.

6. Rujuk ke Yayasan Epilepsi Indonesia untuk mendapatkan keterangan dan dukungan.

7. Rujuk anal dan keluarga untuk dukungan dan konseling, bila perlu

Hasil yang diharapkan

1. Anak bebas dari cidera fisik.

2. Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.

3. Anak memiliki harga diri dan citra diri positif yang meningkatkan kesejahteraan.


1 komentar: