Sabtu, 19 Desember 2009

ISTC

ISTC (International Standart of Tuberculosis Care)

Standar Untuk Diagnosis

Standar 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Standar 2
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat mengeluarkan dahak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.

Standar 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasiliti dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.

Standar 4
Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Standar 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan kriteria berikut: minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari) temuan foto toraks sesuai tuberkulosis dan tidak ada respon terhadap antibiotika speltrum luas (catatan: fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M. Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis). Untuk pasien ini jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan.

Standar 6
Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni paru, pleura, dan kelenjar getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan pajanan kepada kasus tuberkulosis yang menular atau bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release assay). Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti bahan dahak seharusnya diambil untuk biakan (dengan cara batuk, kumbah lambung, atau induksi dahak).

Standar Untuk Pengobatan

Standar 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat yang penting. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai tapi juga harus mampu menilai kepatuhan pasien kepada pengobatan serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi. Dengan melakukan hal itu, penyelenggara kesehatan akan mampu meyakinkan kepatuhan kepada paduan sampai pengobatan selesai.

Standar 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah diketahui. Fase awal seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Etambutol boleh dihilangkan pada fase inisial pengobatan untuk orang dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak menderita tuberkulosis paru yang luas atau penyakit ekstra paru yang berat, serta telah diketahui HIV negatif. Fase lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Isoniazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif pada fase lanjutan yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko tinggi untuk gagal dan kambuh, terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV.
Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat direkomendasikan terutama jika menelan obat tidak diawasi.

Standar 9
Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) kepada pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan seharusnya sensitif terhadap jenis kelamin dan spesifik untuk berbagai usia dan harus memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan serta layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.
Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-cara menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Cara-cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Caracara ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly observed therapy-DOT) oleh pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan.

Standar 10
Semua pasien harus dimonitor responnya terhadap terapi, penilaian terbaik pada pasien tuberkulosis ialah pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) paling tidak pada waktu fase awal pengobatan selesai (dua bulan), pada lima bulan, dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan sediaan apus dahak positif pada pengobatan bulan kelima harus dianggap gagal pengobatan dan pengobatan harus dimodifikasi secara tepat (lihat standar 14 dan 15). Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada anak, respon pengobatan terbaik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks umumnya diperlukan dan dapat menyesatkan.

Standar 11
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respon bakteriologis dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.

Standar 12
Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi pada populasi umum dan daerah dengan kemungkinan tuberkulosis dan infeksi HIV muncul bersamaan, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi semua pasien tuberkulosis sebagai bagian penatalaksanaan rutin. Di daerah dengan prevalensi HIV yang lebih rendah, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi pasien tuberkulosis dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan dengan HIV dan pada pasien tuberkulosis yang mempunyai riwayat risiko tinggi terpajan HIV.

Standar 13
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk menemukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat kompleksnya penggunaan serentak obat anti tuberkulosis dan anti retroviral, konsultasi dengan dokter ahli di bidang ini sangat direkomendasikan sebelum mulai pengobatan serentak untuk infeksi HIV dan tuberkulosis, tanpa memperhatikan mana yang muncul lebih dahulu. Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.

Standar 14
Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien. Pasien gagal pengobatan dan kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinannya akan resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resisten obat, biakan dan uji sensitiviti obat terhadap isoniazid, rifamisin, dan etambutol seharusnya dilaksanakan segera.

Standar 15
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Caracara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR TB harus dilakukan.

Standar Untuk Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat

Standar 16
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua orang (khususnya anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV) yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan di tata laksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya dievaluasi untuk infeksi laten M. tuberkulosis maupun tuberkulosis aktif.

Standar 17
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku.

ADENDUM
Standar 1
Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.

Standar 3
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila mungkin, pada anak.

Standar 6
Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan kepada kasus tuberkulosis yang menular atau bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.

Standar 8
Etambutol boleh dihilangkan pada fase inisial pengobatan untuk orang dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak menderita tuberkulosis paru yang luas atau penyakit ekstra paru yang berat serta telah diketahui HIV negatif.
Secara umum terapi TB pada anak diberikan selama 6 bulan, namun pada keadaan tertentu (meningitis TB, TB tulang, TB milier dan lainlain) terapi TB diberikan lebih lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih lengkap sesuai derajat penyakitnya.

Standar 10
Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto toraks.

Standar 17
Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar