Sabtu, 19 Desember 2009

Penanggulangan TBC

LAPORAN INDIVIDU
PELAKSANAAN FIELD LAB
BLOK XII RESPIRASI

PENERAPAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERCULOSIS DI PUSKESMAS SELOGIRI




Disusun oleh :
Nama : Imam Rizaldi
NIM : G0008109
Kelompok : III
Instruktur : dr. Endang Sulistiyowati





FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah satu di antaranya adalah tuberkulosis (TB) (Kartasasmita, CB. dan Darfioes Basir, 2008). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Price dan Wilson, 2005).

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia, yaitu sekitar dua miliar orang, telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin (Kartasasmita, CB. dan Darfioes Basir, 2008).

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Indonesia masih menjadi negara ke-3 terbanyak kasus TB setelah India dan China, dengan jumlah pasien 10% dari jumlah pasien dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Field Lab FK UNS dan Tim UPTD Puskesmas Sibela Surakarta, 2009).

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabklan: kemiskinan pada berbagai penduduk; adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup; perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi; tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter; terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB dimana deteksi dan tata laksana kasus yang tidak adekuat; dan adanya epidemi HIV (Amin, Zulkifli dan Asril Bahar, 2007).

Dalam mengatasi hal tersebut, program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Bank Dunia juga menyatakan bahwa strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-effective (Depkes RI, 2002).

2. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa mampu:

1. Mendemonstrasikan algoritma penemuan suspek dan kasus TB dengan strategi DOTS.

2. Mendemonstrasikan alur pencatatan dan pelaporan kasus TB dengan strategi DOTS.

3. Melakukan perhitungan angka keberhasilan pengobatan kasus TB.

4. Mendemonstrasikan cara pemantauan dan evaluasi pengobatan kasus TB dengan strategi DOTS.

5. Mendemonstrasikan cara diagnosis dan pengobatan profilaksis TB anak.

BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Rincian Pelaksanaan Kegiatan

  1. Kamis, 10 Desember 2009

Pelaksanaan kegiatan Pengendalian Penyakit Menular TB, bertempat Puskesmas Selogiri (Penjelasan tentang DOTS, OAT, tata cara pemeriksaan sputum, dan survey ke klinik DOTS oleh dr. Endang)

  1. Sabtu, 19 Desember 2009

Pengumpulan laporan hasil kegiatan field lab, bertempat di Puskesmas Selogiri

B. Deskripsi Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian Penyakit Menular Tuberkulosis

Pelaksanaan kegiatan field lab tentang pengendalian penyakit menular TB dimulai pada hari Kamis, 10 Desember 2009 di Puskesmas Selogiri. Kegiatan field lab tersebut dimulai pada pukul 08.30 WIB dan diawali dengan pembukaan dan perkenalan kepala puskesmas beserta staf. Penjelasan secara umum mengenai kegiatan field lab pengendalian penyakit menular TB diterangkan oleh dr. Endang

Penjelasan yang diberikan meliputi algoritma penemuan suspek, kasus TB, alur pencatatan, dan pelaporan kasus TB dengan strategi DOTS. Selain itu, beliau juga menerangkan mengenai perhitungan angka keberhasilan pengobatan kasus TB dan cara pengobatan kasus TB. Sebagian besar penjelasan beliau lebih dititikberatkan pada cara pengobatan kasus TB. Penjelasan mengenai tata cara diagnosis TB anak juga diterangkan karena pada tahun 2009 ini juga ditemukan kasus TB anak.

Selain itu, kami juga diajak untuk melakukan survey ke klinik DOTS untuk melihat apa saja yang ada di dalam klinik tersebut. Di dalam klinik tersebut kami diperlihatkan bagan dari alur pemeriksaan paasien TB, tabel skoring untuk diagnosis TB anak, jenis dan macam-macam OAT baik kombipak maupun FDC, serta form-form yang digunakan dalam pencatatan kasus TB.

Penjelasan mengenai cara pemeriksaan sputum dimulai dengan tata cara pengambilan dahak SPS, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang pot dahak dan syarat-syarat pot yang baik. Kegiatan di hari tersebut diakhiri dengan penjelasan mengenai jenis-jenis pasien TB dan kategori-kategori OAT yang harus diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaannya.

C. Hasil Kegiatan

Dari hasil kegiatan pengendalian penyakit menular TB didapatkan data sebagai berikut:

Jumlah Suspek

64 orang

Penemuan Kasus

BTA (+)

6 orang

Rontgen (+)

6 orang

Anak

4 anak

Jumlah Konversi

9 orang

Jumlah Kesembuhan

3 orang

Jumlah Pengobatan Lengkap

7 orang

(Sumber: Laporan Hasil Program TB Paru Puskesmas Selogiri Januari-Desember 2009)

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kegiatan Field Lab yang dilaksanakan di Puskesmas Selogri pada tanggal 10 Desember 2009 ini, penulis dan kelompoknya telah melihat bagaimanakah alur pencatatan diagnosis pasien TB, bentuk dan macam-macam OAT dan telah berdiskusi dengan staff Puskesmas Selogiri mengenai program pengendalian TBC. Pada kegiatan di lapangan ini penulis merasa kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori yang ada, hanya saja ada beberapa perbedaan bentuk dari Form TB.01 yang ada pada buku dengan form TB.01 yang sebenarnya. Selain itu, pada kegiatan ini kami juga tidak melihat form-form pencatatan TB lain seperti Form TB.02 (kartu identitas pasien) dan Form TB.06 (kartu pemeriksaan dahak SPS). Disamping itu, karena kelompok kami melakukan kegiatan field lab pada hari Kamis, maka kami tidak dapat melihat secara langsung alur pendiagnosisan suspek TB karena klinik DOTS hanya buka pada hari Selasa dan Sabtu saja. Data-data yang kami peroleh juga kurang lengkap sehingga tidak dapat menghitung perhitungan-perhitungan yang ada untuk menentukan indikator-indikator dalam program penanganan TB. Namun, secara keseluruhan kegiatan ini berjalan lancar dan baik, seluruh anggota kelompok juga diberikan masing-masing satu Form TB.01 yang berbeda-beda agar dapat dianalisis untuk bahan kelengkapan laporan.

Pembahasan Kasus

Data Pasien :

Nama penderita : Marto Wiyono

Alamat Lengkap : Sanggrahan Rt 02/06, Singoduton

Nama PMO : Parno

Umur Penderita : 80 tahun

Klasifikasi Penyakit : Paru

Tipe penderita : Baru

Pemeriksaan Dahak : BTA (-)

Pengobatan : OAT KDT Kategori I

Hasil Akhir Pengobatan : Pengobatan Lengkap

Dari data-data diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut merupakan penderita baru TB Paru BTA(-) dengan pengobatan kategori I. Obat-obat yang diberikan pada kategori I adalah 2HRZE/4(HR)3 dengan penjelasan sebagai berikut :

* Tahap intensif : Selama 2 bulan diberikan Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide dan Etambuthol setiap hari, keempat obat ini sudah ada dalam satu tablet OAT KDT

* Tahap Lanjutan : Selama 4 bulan diberikan Isoniazid dan Rifampicin dengan aturan minum 3 kali seminggu dan itu harus merata dalam satu minggunya, jenis obat ini juga ada dalam satu tablet OAT KDT

Pasien ini memulai pengobatan TB dari awal bulan Juli 2008 dan selesai pada bulan Desember 2008, sehingga pasien tersebut sudah menjalani baik tahap intensif maupu tahap lanjutan dan di akhir pengobatan dituliskan hasilnya adalah pegobatan lengkap.

Namun, sebenarnya data-data yang dituliskan dalam Form TB.01 ini kurang lengkap, yaitu :

* Keterangan tentang parut BCG tidak dituliskan sehingga kita tidak dapat mengetahui apakah pasien ini sudah pernah mendapat vaksinasi atau belum

* Catatan tentang pemeriksaan rontgen juga tidak ditulis, padahal pasien dengan hasil pemeriksaan BTA (-) seharusnya dilakukan foto thorax untuk penegakan diagnosis pasti TB

* Pemeriksaan kontak serumah tidak ada keterangan pasti, sehingga sulit menentukan adakah penyebaran kuman TB dalam lingkungan keluarga

* Pada tabel hasil pemeriksaan dahak juga kurang lengkap, yang ada hanya pemeriksaan pada awal pengobatan saja sehingga tidak dapat dianalisis mengenai keberhasilan pengobatan. Selain itu juga tidak ditulis BB pasien sehingga tidak dapat dianalisis dosis obatnya

Tetapi, dari hasil akhir pengobatan yang dituliskan bahwa pasien ini telah melakukan pengobatan lengkap, maka sesuai dengan teori bahwa pasien baru BTA(-) dan Rontgen (+) yang menjalani pengobatan kategori I dengan hasil akhir pengobatan lengkap maka pada akhir tahap intensif berarti dahak pasien tersebut BTA(-) dan diteruskan dengan tahap lanjutan. Namun, apabila pada akhir tahap intensif dahak masih memberikan hasil BTA (+) maka disimpulkan pengobatannya gagal dan dimulai lagi dari awal dengan pengobatan Kategori 2 yaitu 2HRZES/HRZE/5(HR)3E3.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Puskesmas Selogiri telah melaksanakan Prosedur Kerja Untuk Penanggulangan TB sesuai DOTS dengan baik.

2. Karena keterbatasan waktu dan tidak sesuainya jadwal maka kelompok kami tidak dapat melihat secara langsung cara pendiagnosisan pasien TB

3. Kurangnya data yang kami minta menyebabkan tidak dapat dihitungnya indikator-indikator dalam program pengendalian TB

B. Saran

  1. Dalam melaksanakan program DOTS, Puskesmas Selogiri sudah dapat dikatakan baik. Namun, karena beberapa keterbatasan, pelayanan pemeriksaan TB menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, diharapkan agar Dinas Kesehatan setempat lebih dapat menentukan dan mendistribusikan sarana dan prasarana dengan baik, sehingga pelayanan kesehatan, khususnya dalam mengendalikan penyebaran penyakit menular dapat semakin maksimal.
  2. Dalam pengisian kartu-kartu untuk administrasi pasien TBC sebaiknya selengkap mungkin agar dalam penatalaksanaannya ke depan dapat lebih optimal
  3. Bagi Tim Field Lab harap mampu berkoordinasi lebih baik dengan pihak Puskesmas agar kegiatan seperti ini dapat berjalan lebih baik lagi
  4. Bagi masyarakat umum sebaiknya dapat lebih mengerti lagi mengenai penyakit TBC secara umum, sehingga dapat melakukan pencegahan dan bagi penderita TBC supaya dapat lebih mengerti lagi tentang pengobatan dan perawatan TBC

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Keempat. Editor Kepala: Aru W. Sudoyo et.al. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.

Field Lab FK UNS dan Tim UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2009. Pengendalian Penyakit Menular: Tuberculosis. Surakarta: Field Lab FK UNS.

Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar